PATROLI SUKANUMI.CO.ID—Hari Selasa
tanggal 23 September 2025.Prof Henri Subiakto-Guru Besar FISIP Universitas
Airlangga, dan Dewan Pakar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI).Presiden
Prabowo sedang menyiapkan agenda reformasi Polri sebagai respon tuntutan publik
pasca-demo besar pada Agustus 2025. Pada 17 September 2025, Prabowo menunjuk
Komjen Pol (Purn) Ahmad Dofiri, mantan Wakapolri yang dikenal tegas, termasuk
pernah menangani kasus Ferdy Sambo dan sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang
Kamtibmas serta Reformasi Kepolisian, sebelum dilantik, telah dinaikkan
pangkatnya secara istimewa menjadi Jenderal Polisi Kehormatan (bintang empat).Penunjukan
itu disertai rencana pembentukan Komite Reformasi Kepolisian di level presiden,
yang melibatkan tokoh luar seperti mantan Menko Polhukam Mahfud MD, untuk
evaluasi menyeluruh.
Sementara Kapolri Listyo Sigit merespons cepat dengan
membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri secara internal pada hari yang sama
melalui Surat Perintahnya. Tim ini beranggotakan 52 perwira, diketuai Komjen
Chryshnanda Dwilaksana dengan Listyo Sigit sebagai pelindung dan Wakapolri
sebagai penasihat. Peristiwa ini mencerminkan dinamika politik yang kompleks di
pemerintahan Prabowo, upaya reformasi Polri jadi uji coba keseimbangan
kekuasaan antara presiden, Polri, genk
Solo dan tuntutan publik.
Penunjukan Dofiri, figur kredibel dari internal Polri yang
dihormati karena integritasnya (lulusan Adhi Makayasa Akpol 1989), jadi sinyal
kuat, Prabowo ingin mengendalikan agenda reformasi secara langsung dari Istana.Secara
politik, akan memperkuat citra Prabowo sebagai pemimpin tegas yang ingin
"membersihkan" institusi Polisi dari warisan presiden Jokowi (di mana Listyo diangkat
karena kedekatannya sejak dari Solo). Kenaikan pangkat Jenderal Dofiri juga
bisa dibaca sebagai sikap politik yg memilih loyalis di luar loyalis Listyo,
mengingat Dofiri lebih senior dan dikenal tegas dan bukan gerbong yang dibina
Listyo Sigit.Dengan adanya Pembentukan tim internal Polisi tepat sehari setelah
penunjukan Dofiri menimbulkan interpretasi ganda. Di satu sisi dilihat sebagai
langkah proaktif Polri "sudah ingin berbenah sendiri" dan terbuka
terhadap masukan dari luar, namun juga bisa berarti pembentukan tim internal
sebagai upaya defensif kelompok Listyo untuk mempertahankan struktur Polri
sekarang.Ini upaya para pimpinan Polri dibawah Jenderal Listyo Sigit untuk
mencegah agar reformasi dari presiden nantinya tidak "mengganggu"
struktur hirarki para petinggi Polri yang sudah cukup lama disiapkan dan dibina
Listyo Sigit.
Ini juga menguji hubungan antara Presiden Prabowo dengan
Kapolri Listyo Sigit yg tampak kooperatif dengan menyatakan siap ikut kebijakan
presiden, namun di sisi lain ia membentuk tim internal yang cukup besar yang
bisa dimaknai sebagai upaya perlindungan
posisi Kapolri dan struktur polisi dari kemungkinan rekomendasi radikal dari
tim bentukan presiden.Karena jika ada rekomendasi perubahan struktural yang
radikal, seperti yang diminta Gerakan Nurani Bangsa, tentu berpotensi memicu
gesekan dalam Polri yang sudah terbangun kuat. Tim internal bisa bermakna
"pembelaan" pada Polri sekarang, di tengah tuntutan reformasi yang
kian kencang dari mana mana.
Reformasi institusi polisi datang pasca-pemilu 2024 yang menyisakan kesan kuatnya peran polisi dalam politik. Serta datang dari stigma polisi yg represif dalam penanganan demo, dan aktivitas kebebasan berpendapat.Presiden Prabowo akan dinilai sukses jika berhasil melakukan reformasi hingga mengembalikan kepercayaan pada institusi polisi. Namun jika Presiden tidak mampu berbuat banyak dan Kapolri tetap Jenderal Listyosigit atau sosok yang disiapkannya, maka pemerintah Prabowo akan dianggap "tidak solid" dan tidak tegas, lebih banyak omon omon. Artinya perkembangan dari peristiwa ini penting sebagai tanda soliditas kekuasaan Presiden dan relasinya dengan institusi Polisi. Prabowo ingin mereformasi polisi lewat kebijakannya, agar memperkuat dukungan dan legitimasinya sebagai presiden hingga 2029. Tapi keinginan politik itu nampaknya ada yang tidak suka. Disitulah kemudian Listyo Sigit dan kekuatan di belakangnya memunculkan peran bottom-up seolah tidak kalah tanggap.Makna politik terbesarnya adalah pengujian apakah Polri bisa direformasi tanpa konflik internal, atau justru jadi arena perebutan pengaruh antara kekuatan kelompok jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jokowi di satu sisi, "menghadapi" Presiden Prabowo bersama kekuatan yang menginginkan reformasi Polisi secara menyeluruh di sisi yang lain. OK kita pantau apa yang akan dilakukan Presiden dan perkembangan kedua tim dalam 2-3 minggu ke depan. Apa ada sinergi di antaranya, atau mereka jalan sendiri sendiri karena memiliki tujuan dan inisiator yang berbeda. *(GUNTA)