PATROLI SUKABUMI.CO.ID—Hari Rabu
tanggal 6 Agustus 2025. Taman Nasional Gunung Halimun Salak, salah satu ikon
alam dan hutan hujan tropis di wilayah Jawa Barat, yang terletak di Desa Cidahu
,Desa Girijya Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, menjadi sorotan tajam
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Kawasan kaki gunung tepatnya di Blok
Cangkuang, Desa Cidahu, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, diduga mengalami
perusakan lahan yang berpotensi mengancam kelestarian lingkungan.Hal ini
disampaikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, usai
peresmian Tempat Pengolahan Sampah Akhir (TPSA) Cimenteng yang kini beralih
fungsi menjadi fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di Desa Sukamulya, Kecamatan
Cikembar, Kamis (31 Juli 2025).
Dalam pernyataannya, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq Hanif mengungkapkan “ Bahwa pihaknya akan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menangani kerusakan lingkungan yang terjadi di kaki Gunung Salak ,Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. Saya menilai perlu adanya sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi dalam upaya penegakan hukum dan pemulihan lingkungan di kawasan tersebut.Kita akan segera tangani karena tenaga kita harus berpadu dengan provinsi. Ini harus disesuaikan dengan situasi di lapangan.Perusakan lingkungan tidak hanya terjadi di Sukabumi. Fenomena serupa juga kerap ditemukan di berbagai kawasan pegunungan lain di Indonesia yang belakangan ini marak dijadikan lokasi wisata tanpa perencanaan dan pengawasan yang matang.Situasinya seperti ember berlubang yang diisi air deras. Bingung menampungnya. Tapi pelan-pelan akan kami tegakkan.”Ungkapnya.
Sementar itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman mengungkapkan “ komitmen kuat dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memerintahkan untuk menjaga kelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dikenal sebagai sosok yang tegas dalam isu pelestarian alam, langsung menginstruksikan jajarannya untuk melakukan langkah cepat dan terukur.Pihaknya akan segera menurunkan tim untuk melakukan pengecekan lapangan. Ia menegaskan, jika terbukti ada pelanggaran atau alih fungsi lahan yang tidak sesuai aturan, Pemprov Jabar akan memberikan sanksi tegas.Pak Gubernur sangat tegas dalam memastikan pelestarian lingkungan. Termasuk pengendalian alih fungsi lahan yang tak sesuai regulasi.Pemeriksaan di lapangan akan dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Tujuannya untuk memastikan tidak ada kegiatan yang merusak ekosistem kawasan yang selama ini dikenal sebagai zona konservasi penting.Saya menegaskan bahwa langkah hukum akan diambil sesuai tingkat pelanggaran yang ditemukan. Pemprov Jabar membuka opsi pemberian sanksi administratif maupun pelaporan kepada aparat penegak hukum jika unsur pidana terpenuhi.Kalau pelanggarannya administratif, kami akan beri sanksi keras. Tapi kalau sudah masuk ranah pidana, itu kewenangan aparat penegak hukum.Pemerintah juga menegaskan bahwa pendekatan hukum bukan hanya bersifat reaktif, tetapi sebagai bagian dari edukasi dan penguatan tata kelola kawasan. “Upaya ini menjadi penting karena Gunung Salak merupakan kawasan penyangga kehidupan masyarakat dan habitat berbagai flora dan fauna endemic.”Ungkapnya Herman saat ditemui di lokasi kegiatan RDF. Kamis (31 Juli 2025).
Ditempat yang terpisah Ketua LSM LATAS ( Lembaga Analisa
Dan Transparansi Anggaran Sukabumi ) Fery Permana.SH.MH menyikapi ” Taman
Nasional Gunung Halimun Salak, suber kehidup dalam kekhawatiran akibat
kerusakan hutan yang kian meluas di Blok Cangkuang, Desa Cidahu Kecamatan
Cidahu di lereng Gunung Salak. Terpantau anak anak LSM -LATAS Aktivitas
pembalakan liar yang telah berlangsung lebih dari dua tahun menyebabkan
hilangnya tutupan hutan secara masif dan memicu krisis air bersih serta ancaman
bencana ekologis. Kerusakan ini diperkirakan telah menebang lebih
dari 15.000 pohon di lahan seluas 70 hektare, dengan hampir separuhnya kini
dalam kondisi gundul. Jenis-jenis pohon bernilai tinggi seperti Mangong, Damar,
Jengjeng, Pasah, Saninten, hingga Puspa, dilaporkan menjadi sasaran penebangan,
termasuk pohon Pinus dan Damar hasil program penghijauan.Dulunya hutan ini
terjaga. Tapi sekarang terbuka lebar, dan yang tersisa hanya lahan kosong.
Akar-akar pohon yang dulu menahan air sudah membusuk. Kerusakan ini turut
memengaruhi pasokan air bersih bagi warga di tiga desa. Yakni, Desa Cidahu,
Jayabakti, dan Desa Pondokaso. Debit air dari mata air di Blok Cangkuang
menurun drastis, kualitas air memburuk, dan kolam-kolam penampungan kini hanya
terisi separuh. Air yang dulu jernih sekarang cepat keruh, meski hanya hujan
ringan.”Ungkapnya.
Lebih lanjut Fery menambahkan “ Ini bukan hanya kejahatan
terhadap alam, tetapi juga terhadap masa depan generasi. Penegakan hukum harus
dilakukan tegas.Landasan Hukum dari penindakan pembalakan liar ini adalah UU
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.Pembalakan liar di kawasan hutan lindung
seperti TNGHS jelas melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, khususnya Pasal 50 Ayat (3) huruf e yang menyebutkan: Setiap
orang dilarang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki
hak atau izin dari pejabat yang berwenang.Sanksinya diatur dalam Pasal 78,
dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp,-5 Miliar.Selain itu, perbuatan tersebut juga dapat dijerat dengan UU No. 18
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang secara
spesifik memperkuat upaya penindakan terhadap pelaku perusakan hutan.”Tambahnya
.
Hasil Intestigasi Patroli Sukabumi dan rekan media online
yang lain. Terpantau Kekhawatiran warga masyarakat bukan tanpa alasan. Pada Oktober 2022, banjir
bandang melanda kawasan Pondokaso akibat meluapnya Sungai Cibojong, membawa
lumpur, kayu, dan ranting dari hulu. Sungai Cibojong sendiri merupakan
pertemuan aliran dari Sungai Cibogo Cidahu dan Cirasamala Cicurug yang berhulu
di kawasan Gunung Salak melalui Blok Cangkuang.Dulu gerbang hutan selalu
tertutup dan dijaga ketat karena masih di bawah skema HGU. Tapi sekarang sudah
dibongkar, terbuka, dan jadi jalan keluar-masuk kayu. Upaya konfirmasi ke Kepala
Resort Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Wilayah III Sukabumi ( Ganjar Gunawan ) belum membuahkan hasil,
karena mereka mengaku tidak mengetahui aktivitas ilegal tersebut. Kini, harapan
warga tertuju pada intervensi pemerintah provinsi dan pusat untuk menghentikan
kerusakan lebih lanjut serta memulihkan ekosistem di lereng Gunung Salak. Masyarakat
jangan sampai menunggu bencana
berikutnya datang.
Sikap pasif pemerintah ini menuai kritik dari sejumlah elemen masyarakat. Organisasi Masyarakat Pemerhati Ekologi (Mahalogi) bahkan menggelar aksi unjuk rasa pada 2 Juli 2025 lalu di depan Kantor Bupati Sukabumi. Mereka menuding adanya keterlibatan oknum pejabat daerah dalam proses peralihan lahan secara ilegal.Menurut Mahalogi, pembabatan liar yang dibiarkan terus berlangsung dapat memicu bencana ekologis berkepanjangan, dari banjir bandang hingga kekeringan ekstrem.Kami menduga ada surat kuasa yang dikeluarkan secara ilegal kepada oknum tertentu, dengan tujuan komersialisasi lahan. Ini bukan hanya pelanggaran lingkungan, tapi juga pelanggaran hukum.Mahalogi mendesak Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian untuk segera mengambil langkah hukum terhadap individu maupun korporasi yang terlibat. Mereka juga menuntut dilakukannya kajian kebencanaan menyeluruh serta peluncuran program penghijauan berbasis komunitas.Kami meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, segera turun ke lapangan. Ini sudah darurat lingkungan, bukan sekadar konflik lahan biasa “Ungkapnya. *(GUNTA)