PATROLI SUKABUMI.CO.ID—Hari Rabu
tanggal 29 Oktober 2025. Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menggelar
Dialog Nasional bertajuk “Media Baru vs UU ITE” di Kantor Pusat SMSI,
Jalan Veteran II, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025). Kegiatan ini
menjadi bagian dari rangkaian menuju Hari Pers Nasional (HPN) 2026, dengan
menghadirkan para pakar hukum, praktisi media, dan pelaku konten digital untuk
membahas tuntas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor
1 Tahun 2024.
Acara yang berlangsung secara hybrid ini dibuka oleh Ketua
Umum SMSI, Firdaus, yang mengatakan “Bahwa pentingnya pemahaman hukum di era
media digital. “Teman-teman media baru jangan sampai terperosok dalam pasal UU
ITE. Mari kita pahami bersama agar bisa terus berkarya secara bertanggung jawab.Kajian
dari literasi hukum dan etika digital menjadi kunci agar kebebasan berekspresi
tetap berjalan berdampingan dengan tanggung jawab sosial.”Katanya.
Dialog menghadirkan narasumber lintas bidang, antara lain Prof. Dr. Reda Manthovani, SH. LLM. (Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan RI dan Dewan Pembina SMSI) yang diwakili oleh Anang Supriatna, Dahlan Dahi (Anggota Dewan Pers dan CEO Tribun Network), Prof. Dr. Henri Subiakto.SH.MSi. (Guru Besar Universitas Airlangga dan pakar komunikasi politik), serta Rudi S. Kamri (konten kreator dan CEO Kanal Anak Bangsa TV). Diskusi dipandu oleh Mohammad Nasir, Dewan Pakar SMSI sekaligus mantan wartawan senior Harian Kompas.
Mewakili Jamintel Kejaksaan RI, Anang Supriatna menjelaskan
“ Bahwa revisi UU ITE tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi,
melainkan menata ruang digital agar lebih sehat dan beretika. Ia menegaskan
bahwa tantangan terbesar saat ini bukan hanya penyebaran konten negatif, tetapi
juga maraknya berita bohong dan ujaran kebencian melalui media sosial. Berita
hoaks dan ujaran kebencian bisa memicu konflik sosial dan merusak persatuan
bangsa. Karena itu, literasi digital menjadi senjata utama bagi masyarakat agar
tidak mudah terprovokasi.Penegakan hukum terhadap pelaku penyebar hoaks
dilakukan secara selektif dan proporsional dengan memperhatikan konteks, motif,
serta dampak sosial yang ditimbulkan.”Ungkap Anang.
Sementara itu, Dahlan Dahi mengatakan “ Bahwa pentingnya
menjaga etika jurnalistik di tengah ledakan media baru. Menurutnya, siapa pun
yang memproduksi berita, baik lewat portal maupun YouTube, wajib memegang
prinsip verifikasi dan akurasi. Jangan lupakan kode etik. Semua produk
informasi publik harus berlandaskan tanggung jawab, bukan sekadar mengejar
viral.” Katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Henri Subiakto
menjelaskan” Bahwa pasal-pasal dalam UU ITE yang direvisi menekankan unsur
kesengajaan dalam penyebaran informasi yang menyerang kehormatan seseorang. Ia
memaparkan bahwa Pasal 27 ayat (3) dan 27A merupakan pasal yang paling sering
digunakan dalam kasus pencemaran nama baik di ruang digital. Unsur dengan
sengaja kini menjadi dasar utama. Seseorang baru dapat dipidana jika terbukti
memiliki niat jahat untuk menyerang kehormatan orang lain melalui media
elektronik. Revisi UU ITE tahun 2024 merupakan upaya untuk menyeimbangkan
antara perlindungan terhadap nama baik dan kebebasan berekspresi yang dijamin
konstitusi.”Jelasnya.
Adapun Rudi S. Kamri mengungkapkan “ UU ITE tidak perlu
ditakuti oleh pelaku media maupun kreator konten selama memahami batas hukum
dan memiliki niat baik dalam berkarya. “Kalau kita tidak menyebarkan fitnah dan
menghormati fakta, UU ITE bukan ancaman. Justru ini menjadi pedoman agar ruang
digital kita lebih sehat.”Ungkapnya.
Diskusi yang berlangsung dinamis ini diikuti oleh pengurus
SMSI dari seluruh Indonesia, baik secara daring maupun luring. Para peserta
aktif berdialog mengenai praktik jurnalisme digital, tanggung jawab hukum,
hingga strategi menjaga kebebasan berekspresi di tengah berkembangnya platform
media baru. Acara ditutup dengan ajakan bersama untuk memperkuat kolaborasi
antara regulator, penegak hukum, dan pelaku media digital dalam menciptakan
ekosistem informasi yang profesional, beretika, dan berpihak kepada kepentingan
publik. *( GUNTA)










