PATROLI SUKABUMI.CO.ID—Hari Kamis
tanggal 16 Oktober 2025 bertempat dilokasi di Hotel Horison, Kota Sukabumi.Politisi
Partai Golkar yang juga Anggota Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara, menggelar
Sosialisasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Kota Sukabumi pada
Rabu (15/10/2025) Kegiatan bertema “Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban
Tindak Pidana” ini menyoroti minimnya kesadaran dan literasi hukum
masyarakat mengenai hak perlindungan, meskipun angka kejahatan secara nasional
dan di Jawa Barat terus melonjak.
Dalam kesempatanya Dewi Asmara mengungkapkan “ Bahwa LPSK
adalah wujud nyata kehadiran negara untuk menjamin keadilan dan keamanan warga
yang terlibat dalam proses hukum. Namun, ia menyayangkan
tingginya kesenjangan antara jumlah kasus kejahatan dengan permohonan
perlindungan yang diajukan ke LPSK.Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS),
jumlah kejahatan di Indonesia meningkat drastis dari 372.965 kasus pada tahun
2022 menjadi 584.991 kasus pada tahun 2023. Ironisnya, dari total 9.070 kasus
kekerasan seksual nasional pada 2023, hanya 1.079 permohonan (sekitar 12%) yang
masuk ke LPSK.Data ini terlihat serupa terlihat di Jawa Barat yang mencatatkan
permohonan perlindungan tertinggi secara nasional pada tahun 2024.Di Sukabumi
sendiri, tercatat 29 permohonan hingga Oktober 2025, mayoritas terkait
kekerasan seksual, perdagangan orang (TPPO), dan pelanggaran HAM berat. Data
ini memperlihatkan masih banyak korban yang diam karena takut, malu, atau tidak
tahu ke mana harus meminta perlindungan. Padahal, negara sudah menyediakan
mekanismenya “Ungkapnya.
Lebih lanjut Dewi Asmara menambahkan “Untuk mengatasi
persoalan ini,Saya menilai penguatan literasi hukum dan edukasi mengenai tata
cara permohonan perlindungan ke LPSK adalah kunci utama.Selain itu, DPR RI saat
ini tengah membahas revisi Undang-Undang LPSK untuk memperluas ruang lingkup
dan memaksimalkan perlindungan bagi saksi tindak pidana besar seperti korupsi,
TPPO, dan kekerasan seksual.Saya juga meminta dukungan pemerintah daerah karena
perlindungan saksi dan korban merupakan kebutuhan mendesak di daerah.”Tambahnya.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK RI, Wawan, menegaskan “Bahwa
perlindungan hanya dapat diberikan kepada saksi dan korban apabila kasusnya
telah atau sedang ditangani oleh aparat penegak hukum, sesuai dengan amanat UU
Nomor 31 Tahun 2014.Perlindungan bagi saksi maupun korban hanya dapat diberikan
sepanjang ada proses hukum di dalamnya. Jadi, tidak bisa jika peristiwanya
belum masuk ke ranah hukum.LPSK tidak hanya melindungi secara fisik, tetapi
juga menjamin keberanian warga negara untuk mengungkap tindak pidana.Perlindungan
ini membutuhkan kolaborasi kuat antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah,
dan masyarakat sipil agar saksi dan korban merasa aman untuk bersuara, yang
merupakan inti dari proses peradilan yang jujur dan transparan.”Ungkapnya.*(GUNTA)