terkini

Fraksi Rakyat Dan DPRD Kab Sukabumi Kritisi Tanah Enklave Yang Terjadi Pembalakan Liar Di Lokasi TNGHS Untuk Wacana Wisata

Patroli Sukabumi
, Sabtu, September 27, 2025 WIB Last Updated 2025-09-28T00:46:00Z


PATROLI SUKABUMI.CO.ID—Hari Minggu tanggal 28 Septenber 2025.Permasalahan pengelolaan tanah enklave di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) . Pembalakan liar (ilegal logging) di Blok Cangkuang,Desa Cidahu Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabum kembali mencuat. Lahan milik masyarakat yang berada di dalam area taman nasional itu kini menghadapi persoalan serius. Terpantau Patroli Sukabumi.CO.ID dilokasi maraknya praktik illegal logging dan adanya rencana pemanfaatan kawasan sebagai arena wisata.Hasil pantauan di lapangan, sejumlah titik enklave di wilayah perbatasan Sukabumi–Bogor tampak mengalami kerusakan hutan cukup parah. Aktivitas penebangan liar terindikasi dilakukan secara terorganisir, dengan jalur distribusi kayu menuju luar kawasan. Ironisnya, kerusakan hutan justru terjadi di area yang seharusnya dilindungi oleh negara.


Dalam kesempatanya Ketua Fraksi Rakyat Rozak Daud, yang perwakilan Tim Advokasi Warga Cidahu mengungkapkan “ Bahwa tanah enklave di dalam taman nasional memang memiliki status hukum khusus, namun tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan perambahan liar.Enklave itu hak masyarakat, tapi keberadaannya tetap tunduk pada aturan konservasi. Kalau dijadikan ladang illegal logging, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga penghianatan terhadap amanah perlindungan hutan. Di sisi lain, muncul gagasan dari sebagian pihak untuk menjadikan enklave sebagai kawasan wisata alam. Wacana ini memunculkan pro-kontra. Pendukungnya menilai wisata berbasis masyarakat dapat menjadi solusi ekonomi warga sekaligus mencegah perusakan lebih jauh. Namun, sebagian aktivis khawatir wacana ini hanya kedok komersialisasi yang justru mempercepat degradasi lingkungan.”Ungkapnya.


Lebih lanjut Rozak Daud menambahkan “Bahwsanya kami sedang melakukan inventarisasi lahan enklave dan koordinasi dengan ATR/BPN untuk memastikan status kepemilikan tanah.Kami tidak menutup ruang dialog dengan masyarakat, tetapi semua bentuk pemanfaatan harus mengacu pada prinsip konservasi. Enklave tidak boleh dijadikan alasan untuk memperluas kerusakan.Masyarakat lokal berharap ada kejelasan regulasi dan skema yang adil. Menurut laporan warga masyarakat cidahu , status tanah enklave yang mereka miliki sering membuat posisi mereka serba salah.Kami ingin hidup tenang, punya penghasilan dari alam. Kalau ada wisata, biar kami yang kelola, jangan malah orang luar yang ambil untung. Kasus enklave di TNGHS ini menjadi gambaran klasik konflik agraria di kawasan konservasi.Benturan antara hak masyarakat, kepentingan ekonomi, dan mandat perlindungan ekosistem. Para pemerhati lingkungan menegaskan, pemerintah harus segera menyiapkan juklak–juknis pengelolaan enklave yang jelas, agar kawasan hutan tidak terus-menerus jadi korban ketidak pastian.”Tambahnya.


Sementara itu Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Komisi II, Bayu Permana, menanggapi fenomena pembalakan liar yang terjadi di wilayah Blok Cangkuang, yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Kecamatan Cidahu mengungkapkan “ Bahwsanya persoalan ini terjadi karena lemahnya aturan yang mengikat larangan penebangan di kawasan tersebut.Lokasi yang merupakan bagian dari areal enklave, yaitu wilayah yang secara administratif berada di dalam peta kawasan kehutanan, namun secara hukum belum memiliki status yang jelas sebagai kawasan konservasi.Di areal enklave itu memang belum ada aturan yang secara tegas melarang aktivitas eksplorasi, sehingga dimungkinkan untuk dibuka untuk kegiatan seperti pertanian maupun pariwisata.Namun demikian, Saya menekankan pentingnya mempertimbangkan fungsi ekologis dari kawasan tersebut. Posisi Blok Cangkuang yang berada dalam satu hamparan lereng Gunung Salak dinilai memiliki nilai konservasi yang tinggi karena termasuk dalam satu ekosistem.Oleh karena itu, meskipun berada di luar kawasan resmi taman nasional, seharusnya wilayah enklave ini tetap dijadikan kawasan lindung atau konservasi, termasuk dalam bentuk perlindungan daerah setempat atau kearifan local.”Ungkapnya.


Lebih lanjut Bayu menambahkan “ Saya juga menyampaikan bahwa hal ini menjadi salah satu alasan mengapa Kabupaten Sukabumi perlu segera memiliki Peraturan Daerah tentang pelestarian pengetahuan tradisional dalam perlindungan kawasan sumber air. Perda ini dinilai penting untuk menjaga wilayah-wilayah yang secara administratif di luar taman nasional namun memiliki fungsi ekologis.Secara regulasi,  hal itu dimungkinkan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (KSDAE). Dalam beleid tersebut terdapat ruang bagi penetapan kawasan konservasi di luar taman nasional.Kawasan enklave di Blok Cangkuang ini bisa ditetapkan sebagai daerah perlindungan kearifan lokal, atau kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi. Tentu ini perlu respons cepat dari para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah desa, pemerintah daerah hingga pengelola taman nasional. Saya mengingatkan bahwa sekalipun status lahan tersebut masih enklave, fungsinya sebagai wilayah konservasi dan perlindungan ekologis tetap harus dijaga untuk keberlanjutan lingkungan dan memitigasi risiko bencana di masa depan.”Tambah Bayu

 

Hisitory Tanah Enklave :

Tanah Enklave di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Ada lahan milik masyarakat (hak milik/garapan turun-temurun) yang secara geografis berada di dalam kawasan taman nasional/hutan lindung. Saat ini ada masalah ilegal logging, dan ada rencana pemanfaatan untuk arena wisata. Tanah Enklave pada umumnya adalah tanah milik adat, masyarakat, atau perorangan yang berada di dalam kawasan hutan negara (misalnya taman nasional, hutan lindung, atau hutan konservasi). Statusnya cukup rumit karena secara geografis masuk kawasan hutan negara, tapi secara sosial-hukum ada penguasaan masyarakat. IntinyaTanah enklave diakui sepanjang ada bukti penguasaan/hak lama sebelum penunjukan kawasan hutan.Bila tidak ada bukti, maka masuk dalam mekanisme perhutanan sosial atau izin kelola terbatas.Kegiatan seperti wisata, pemanfaatan hasil hutan, atau usaha lain harus mendapat izin dari KLHK atau Balai Taman Nasional. Monitoring & Evaluasi Tim pengawas gabungan (Balai TNGHS, Pemda, tokoh masyarakat, LSM).Evaluasi setiap 6 bulan untuk memastikan tidak ada pelanggaran baru.Enklave tidak boleh diperluas. Zonasi diperuntukkan terbatas bagi pemukiman dan kegiatan ekonomi berkelanjutan.Inventarisasi tanah enklave dilakukan oleh Balai TNGHS bersama ATR/BPN dan Pemda.Pemetaan partisipatif melibatkan masyarakat pemilik tanah.*(GUNTA)

 

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Fraksi Rakyat Dan DPRD Kab Sukabumi Kritisi Tanah Enklave Yang Terjadi Pembalakan Liar Di Lokasi TNGHS Untuk Wacana Wisata

Terkini