Dalam pandangan Presiden Prabowo Subianto, untuk menjadikan
masyarakat adil dan makmur, tidak perlu menjiplak ajaran dari "Barat"
atau negara-negara Amerika yang mengku sebagai kampiun demokrasi. Tetapi rakyat
Indonesia dapat makmur dan bahagia jika kekayaan alam dan isinya itu tidak
hanya dikuasai oleh segelintir orang, atau hanya orang elite yang menguasai
tanah dan seisinya dan seolah dia yang dapat menentukan arah kebijakan negara
ini. Tidak, kata Prabowo. Kesenjangan
hidup kian menganga. "1 persen menguasai 36 peren dari kekayaan
negara. Angka rasio gini Indonesa hanya 0,36 persen. Artinya, hanya 1 persen
orang terkaya di Indonesia menguasai 36 persen kekayaan sumber daya alam bangsa
Indonesia yakni Rp16.8 triliun dari Rp44 triliun." (Prabowo,2023:85). Dengan
demikian, sistem pemerintahan apapun yang akan diterapkan, apakah sistem
demokrasi, sistem negara hukum atau gabungan demokrasi dan hukum di Indonesia, tidak mungkin dapat menghantarkan bangsa Indonesia hidup
sejahtera (baldatul thoyibatun) seperti yang disampaikan Presiden Soekarno dan
Bung Hatta dalam peringatan hari Kemerdekaan
RI tahun 1959.
Oleh karenanya, Prabowo Subianto dalam mengawali
pemerirntahannya, akan tegas kepada konglomerat yang tidak berpihak kepada rakyat, tegas dengan pejabat yang
korup dan para pelayan publik yang menyengsarakan rakyat. Terhadap sistem pencegahaan korupsi
di Indonesia, Prabowo memberikan gagasan yang lebih atraktif, bagus dan simpel
untuk dapat dilaksanakan oleh aparatus penegak hukum termasuk akan memberikan
manfaat banyak kepada negara dan rakyat. Itulah sebab mengapa Ketua Media Siber
Indonesia (SMSI) Firdaus, terus
memberikan dukungan kepada Presiden Prabowo. Jurus apakah konsep Prabowo dalam
melakukan pemberantasan korupsi? Pertanyaan sederhana tetapi butuh kajian
mendalam. Presiden Prabowo Subianto menawarkan kesempatan bertobat kepada para
koruptor. Syaratnya, pelaku koruptor mengembalikan seluruh hasil korupsi kepada
negara.Hal itu disampaikan Prabowo saat
memberikan kuiah umum dengan para
mahasiswa Indonesia di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas
Al-Azhar, Kairo, Mesir, pertengahan Desember 2024. "Saya dalam rangka
memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor atau yang
pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya
mungkin kita maafkan, tetapi, kembalikan, dong. Nanti kita beri kesempatan cara
mengembalikannya," kata Prabowo
(ant,2024).
Dalam pidato yang berlangsung lebih dari 30 menit, Presiden juga memberikan peringatan tegas
kepada seluruh aparatur negara. "Hai kalian-kalian yang sudah terima
fasilitas dari bangsa negara. Bayarlah kewajibanmu, asal kau bayar kewajibanmu,
taat kepada hukum, sudah kita menghadap masa depan." Ia akan mengambil langkah tegas jika koruptor
yang sudah diperingatkan tetap bandel, tidak patuh kepada hukum. "Tetapi
kalau kau bandel terus, apa boleh buat, kita akan menegakkan hukum,"
tambahnya. Prabowo juga menekankan pentingnya kesetiaan aparat hanya kepada
bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.Yang Penting Negara Untung'
Untuk menjawab dan mengurai pemikiran Prabowo
Subianto, saya akan menggunakan kerangka
teori Richard A Posner (the economics of
justice 1981). Posner adalah orang AS yang lahir pada 11 Januari 1933, yang
awalnya sebagai dosen di Univ. Chiacago AS dan pernah diangkat sebagai hakim di
Pengandilan banding tahun 1983-an. Dalam teori yang banyak dikutip oleh sarjana
hukum di Indonesia, dia dikenal sebagai bapak hukum ekonomi. Artinya,
pelaksanaan hukum juga dapat dikompensasi terhadap nilai ekonomi. Ia memberikan
contoh seorang pencuri (sebut koruptor)
mencuri kalung untuk istrinya.Nilai kalung sebut saja Rp100 juta, tetapi setelah koruptor itu ditangkap, biaya proses penangkapan, sidang
hingga pemberian penjagaan dan pemberian fasilitas kesehatan dan makan bergizi
bagi mereka lebih dari Rp200 juta. Artinya negara mengalami dua kerugian
sekaligus, yakni negara kehilangan uangnya dan keluarga pencuri itu menjadi
miskin karena ayah sebagai kepala keluarga tak dapat hidup layak mencari uang
untuk keluarganya. (A. Posner,1981:63).
Contoh Richard Posner juga dapat dibalik menjadi, harga
emas dari Rp100 juta akan melonjak menjadi Rp250 juta. Proses pemidanaannya
Rp100 dan denda atas pencurian emas itu Rp50juta. Dengan demikian, jika
dendanya separuh dari nilai yang dicuri saja, negara masih untung. Contoh yang
paling anyar adalah kasus Harvey Moeis pidana korupsi di kasus timah yang
diputus hanya 6,5 tahun, sementara kerugian negara ditaksir lebih dari Rp275
triliun, maka kerugian negara akan
tambah besar jika aset terdakwa tidak dapat disita oleh negara. Harvey yang
didakwa dengan UU Korupsi No 20 Tahun
2001 Jo. UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, cukup berada di sel
hanya 1/3 dari putusannya. Artinya, kurang dari 4 tahun yang bersangkutan sudah
kembali ke masyarakat dan akan kembali sebagai seorang pengusaha.
Dalam pandangan Prabowo, hukuman seperti itu dinilai kurang adil dan tepat, pertama sumber
filosofinya dari barat, dimana pada masa silam penjajah maunya menyiksa dan
memenjarakan, tanpa mengkalkulasi kerugian uang negara dan kerugian rakyat
atas proses hukuamnnya. Oleh karenanya,
perlu ada aturan baru yakni orang atau koruptor dipaksa untuk mengembalikan
uangnya, jika tidak mau mengembalikan maka assetnya perlu dirampas untuk
negara. Inilah pemikiran progresif
Prabowo dalam usaha memberntas
korupsi dengan tetap menjadikan negara dan rakyat tetap untung atau
tidak buntung.
Mengapa begitu? di mata Prabowo, pembuatan hukum dan pasal
di masa silam masih dipenuhi dengan kebencian terhadap manusia, bukan kepada
perbuatannya. Sebut saja pembuatan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun
2001 mengatur tentang hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang terbukti menerima gratifikasi: Sanksinya, Pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan Pidana
denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Pasal itu dirujuk
dalam Pasal 419 KUHP warisan kolonial. Sekaratnya Demokrasi Gagasan
Prabowo tentang pemberantasan korupsi tidak harus berbanding lurus dengan
sistem yang menganut demokrasi, di mana "doe process of law" adalah salah satu adagium, semua koruptor harus diproses sesuai dengn
hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan hak asasi manusia.
Sekilas pernyataan itu enak didengar, namun dalam
pelaksanaanya, seolah menjadi pil pahit bagi rakyat miskin. Mengapa? Dalam
sistem negara demokrasi ternyata ada juga demokrasi yang "sekarat". Demokrasi sekarat atau
matinya demokrasi, sebagaimana diulas oleh Steven Levitsky dan Daneil Ziblatt,
"how Democrasies Die" atau matinya Demokrasi (Steven 2021).Mereka
menyebutkan matinya demokrasi antara
lain ketika rakyat yang berkuasa, tetapi sesunguhnya kekuasaan itu dikendalikan
oleh pemilik modal, pemilik media massa, para begundal hukum dan pimpinan
partai. Ziblatt mencontohkan, Fuji Mori, anak keturunan Jepang menjadi Presiden di Peru tahun 1990-an
mengalahkan Vargas Lioasa, sastrawan Peru yang mendapatkan dukungan partai,
konglomerat dan media massa setempat. Meskipun Fuji Mori sebagai presiden
terpilih secara demokratis, tetapi ia tidak bisa berbuat banyak. Dalam tahun
pertamanya, tak satupun UU dapat dihasilkan. Bahkan kebijakan apun yang
disampaikan, dimentahkan oleh Mahkamah Agung karena telah dikuasai oleh para
begundal hukum. Fuji Mori pernah mengatakan, "saya memerintah Peru
sendirian di balik komputer (Steven,2021:56).
Akhirnya tak lama kemudian Fuji Mori dijatuhkan oleh lawan
politiknya dengan cara seolah demokratis, tetapi sesunguhnya semua aturan dapat
dimanipulasi oleh para taipan, tokoh partai dan begundal hukum. Sistem
demokrasi seperti itu sama halnya sekaratnya demokrasi. Oleh karena itu, dalam
penegakan demokrasi dan hukum, Prabowo Subianto tampaknya tidak ingin seperti
Fuji Mori. Ia boleh dijauhi dari para taipan, konglomerat dan media massa,
tetapi rakyat dan TNI tetap kuat di belakangnya, maka akan banyak kebijakan untuk
disampikan demi kepentingan rakyat dan negara. Seperti yang disebutkan,
demokrasi kita bisa dikuasai pemodal.Menurut saya, demokrasi saat ini ada di
persimpangan jalan. Apakah demokrasi kita akan di-hijack,akan disandera oleh
para kurawa? "Saya sudah keliling kesemua kabupaten di Indonesia. Di tahun
2014-2019 saya berkesempatan keliling ke ratusan kota dan kabupaten. Di
mana-mana rakyat mengaku sudah tak tahan lagi, terlalu banyak korupsi di negeri
ini, banyak proyek dikorupsi, banyak orang disogok, banyak pemimpin mau dibeli
dan mau disogok. Akhirnya tidak ada
keadilan ekonomi." (Prabowo,2022:89).
Keprihatian rakyat
yang dirasakan Prabowo itu bagian
penting dari kerangka teori yang menggagas pemberantasan korupsi di Indonesia
yang kian akut. Dengan menyuruh orang
bertobat, mengembalikan hasil korupsinya, jika tak ingin harta bendanya
dirampas untuk negara dan rakyat. Saya tahu ada orang yang tidak suka dengan
konsepnya. “Saudara-saudara sekalian, yang nyinyir sama saya, silakan kau duduk
saja di sebelah situ, ini belum apa-apa. Nanti, 6 bulan lagi, baru saudara
boleh nilai pemerintah Prabowo Subianto,” katanya, (YouTube Sekpres, 2024).